Mahasiswa UNY Disebut Ditangkap Polisi Terkait Aksi di Polda DIY

4 hours ago 6

Yogyakarta, CNN Indonesia --

Seorang mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) bernama Perdana Arie disebut telah ditangkap jajaran Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta alias DIY atas dugaan keterlibatan dalam aksi unjuk rasa akhir Agustus 2025 lalu.

Dalam pers rilis Aliansi Jogja Memanggil dituliskan bahwa Perdana Arie didatangi oleh belasan hingga puluhan anggota polisi di kediamannya, Rabu (24/9). Ia lantas dibawa petugas dengan alasan ditetapkan sebagai saksi berkaitan dengan aksi di depan Mapolda DIY, Jumat (29/8) lalu.

"Polda DIY sama sekali tidak membawa surat penangkapan, surat status Perdana Arie sebagai saksi, apalagi panggilan terhadap Perdana Arie untuk memberikan kesaksian yang seharusnya tanpa harus ada penangkapan!" tulis keterangan yang diterima, Selasa (30/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lanjut keterangan tersebut, Perdana Arie tak berselang lama dinaikkan statusnya dari saksi menjadi tersangka. Ia juga disebut dipaksa menyetujui pendamping hukum fasilitasi Polda DIY.

"Perdana Arie juga dipaksa untuk melakukan BAP, tanpa diberikan hak
diam dan memilih pendamping hukum sendiri sebagai warga negara saat berhadapan di hadapan hukum!" lanjut keterangan itu.

Sementara Aliansi Jogja Memanggil menyebut bahwa Perdana Arie sebetulnya juga korban dari tindak aparat saat aksi massa 29 Agustus lalu, yang membuatnya harus dilarikan ke RS Bhayangkara karena mengalami kejang-kejang.

Atqo Darmawan Aji, anggota Barisan Advokasi Rakyat untuk Demokrasi dan Keadilan (Bara Adil) menyebut jika penunjukkan pendamping hukum oleh Polda DIY tanpa melalui koordinasi keluarga Perdana Arie, sehingga kuasa telah dicabut dan kini diserahkan ke pihaknya.

Kepada Atqo, Perdana Arie pun mengungkap saat ditangkap sempat mengalami tindakan oleh petugas yang tak sesuai dengan prosedur penangkapan polisi berdasarkan KUHAP. Kendati, dia memastikan untuk sekarang ini kliennya baik-baik saja.

"Saat proses penangkapannya memang yang bersangkutan mengakui adanya tindakan kekerasan. Walaupun bukan yang kemudian dilakukan secara keras sampai kemudian menimbulkan luka atau bekas yang jelas, enggak. Tapi ada tindakan yang dia di luar ketentuan yang diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana terkait proses penangkapan, penahanan maupun pemeriksaan berita acara," paparnya.

Kata Atqo, kliennya itu pun dituduh telah melakukan perbuatan pidana yang melanggar ketentuan Pasal 170 atau Pasal 187 atau Pasal 406 KUHP.

"Jadi kami juga belum tahu sudah berapa BAP (untuk Perdana Arie), kemarin Senin BAP tambahan sudah didampingi oleh rekan Bara Adil. Kemudian kami masih mencoba mengomunikasikan lagi kira-kira yang di BAP sebelumnya itu informasinya itu apa aja masih kami gali," pungkasnya.

Kabid Humas Polda DIY, Kombes Pol Ihsan sementara itu tak merespons ketika dihubungi lewat sambungan telepon maupun pesan WhatsApp untuk dikonfirmasi perihal penangkapan Perdana Arie ini.

Pernyataan sikap Aliansi Jogja Memanggil

Aliansi Jogja Memanggil melihat penangkapan Perdana Arie dan Muhammad Fakhrurrozi alias Paul oleh Polda Jatim beberapa hari lalu, adalah dua dari banyaknya tindakan
sewenang-wenang kepolisian terhadap masyarakat sipil yang terlibat dalam aksi unjuk rasa bulan lalu.

Menurut mereka, polisi telah menetapkan 959 orang sebagai tersangka terkait dengan demonstrasi yang berlangsung serentak di berbagai wilayah Indonesia. Sebanyak 295 diantaranya masih berstatus sebagai anak.

Lanjutnya, selama gelombang unjuk rasa di Yogyakarta pada 29-31 Agustus 2025, Polda DIY telah menahan 66 orang dan 24 di antaranya berusia anak. Sepuluh massa aksi lain mengalami luka berat sehingga harus dirawat di rumah sakit. Aliansi turut menyoroti kematian Universitas Amikom, Rheza Sendy Pratama.

Aliansi menilai apa yang dilakukan oleh polisi saat ini merupakan bentuk pembungkaman dan kriminalisasi terhadap gerakan masyarakat sipil. "Alih-alih menindak anggotanya yang melakukan kekerasan terhadap massa aksi, polisi justru berburu aktivis, mahasiswa, dan anak-anak yang berunjuk rasa," sambungnya.

Oleh karena itu, Aliansi Jogja Memanggil menyatakan sikap:

1. Mendesak polisi untuk berhenti memburu aktivis dan warga sipil yang terlibat dalam aksi unjuk rasa pada pada Agustus-September 2025.

2. Mendesak institusi kepolisian untuk membebaskan seluruh aktivis dan warga sipil yang ditahan dengan alasan terlibat dalam aksi unjuk rasa pada Agustus-September 2025.

3. Mendesak Kompolnas, Komnas HAM dan Kementerian HAM untuk aktif mendampingi dan mengupayakan pembebasan para tersangka yang saat ini ditahan polisi.

4. Mendorong Ombudsman-RI untuk melakukan pengawasan terhadap dugaan maladministrasi dan penangkapan sewenang-wenang yang dilakukan oleh aparat di sejumlah daerah.

5. Polda DIY harus transparan dan membuka akses bantuan hukum kepada para tersangka yang saat ini masih ditahan.

6. Polda DIY harus melepaskan aktivis dan masyarakat sipil yang ditahan karena berunjuk rasa adalah hak, bukan tindak kriminal.

7. Kapolri Jenderal Listyo Sigit harus mundur atau dipecat karena telah gagal memimpin institusi kepolisian.

8. Lakukan reformasi Polri secara menyeluruh dengan mendengar dan melibatkan masyarakat sipil.

9. Meminta pihak RSUP Dr Sardjito memberikan data yang transparan berkaitan jumlah korban yang ditangani hingga memberikan rekam medis kepada korban sebagaimana haknya.

(kum/dal)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Kasus | | | |