KPK Terima Limpahan Perkara LPEI dari OJK

4 hours ago 2

CNN Indonesia

Selasa, 24 Jun 2025 05:33 WIB

KPK menerima pelimpahan perkara dari OJK terkait kredit pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) kepada tiga debitur. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima pelimpahan perkara dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Senin (23/6). (CNN Indonesia/Andry Novelino)

Jakarta, CNN Indonesia --

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima pelimpahan perkara dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Senin (23/6). Perkara tersebut berkaitan dengan pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) kepada tiga debitur.

"Benar, pihak OJK telah melimpahkan penanganan tiga perkara terkait dengan pembiayaan di LPEI," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (23/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Budi menuturkan hal itu merupakan bentuk kerja sama positif yang dilakukan masing-masing lembaga. KPK, terang dia, menyampaikan apresiasi kepada OJK.

"Itu merupakan salah satu bentuk dukungan penuh dari OJK kepada KPK terkait dengan penanganan perkara di LPEI ini dan KPK menyampaikan apresiasi kepada OJK," kata Budi.

Saat ini, KPK tengah memproses hukum pemberian fasilitas kredit oleh LPEI ke PT Petro Energy (PE). Sebanyak lima orang sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Mereka ialah Direktur Pelaksana I LPEI Dwi Wahyudi dan Direktur Pelaksana IV LPEI Arif Setiawan.

Kemudian Direktur Utama PT PE Newin Nugroho; Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal atau Komisaris Utama PT PE Jimmy Masrin; dan Direktur Keuangan PT PE Susy Mira Dewi Sugiarta.

Terhadap pemberian kredit oleh LPEI kepada PT PE, KPK menyebut negara mengalami kerugian sejumlah US$18.070.000 (Outstanding pokok KMKE 1 PT PE) dan Rp549.144.535.027 (Outstanding pokok KMKE 2 PT PE).

KPK menduga telah terjadi benturan kepentingan atau Conflict of Interest (CoI) antara Direktur LPEI dengan Debitur PT PE dengan melakukan kesepakatan awal untuk mempermudah proses pemberian kredit.

Direktur LPEI tidak melakukan kontrol kebenaran penggunaan kredit sesuai MAP. Direktur LPEI disebut memerintahkan bawahannya untuk tetap memberikan kredit walaupun tidak layak diberikan.

Adapun PT PE diduga memalsukan dokumen purchase order dan invoice yang menjadi underlying pencairan fasilitas tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.

PT PE melakukan window dressing terhadap Laporan Keuangan (LK), dan menggunakan fasilitas kredit tidak sesuai dengan tujuan dan peruntukan sebagaimana tertuang dalam perjanjian kredit.

Sementara itu, lembaga antirasuah juga sedang menyelidiki pemberian fasilitas kredit kepada 10 debitur lainnya. Dari sana disebutkan ada potensi kerugian negara hingga mencapai Rp11,7 triliun.

Sejumlah saksi sudah dilakukan pemeriksaan. Di antaranya dari internal LPEI, PT PE, hingga mantan Staf Khusus Bidang Ekonomi era Presiden RI ke-7 Joko Widodo, Arif Budimanta, yang pada 15 April lalu sudah dijadwalkan untuk diperiksa.

(fra/ryn/fra)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Kasus | | | |