Ahli di Sidang Delpedro: Saksi Harus Penuhi Syarat Formil-Materiil

4 hours ago 8

Jakarta, CNN Indonesia --

Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjajaran (Unpad) Ijud Tajudin mengungkapkan keterangan saksi yang dijadikan sebagai alat bukti harus memenuhi syarat formil dan materiil.

Hal tersebut disampaikan Ijud saat dihadirkan pihak Delpedro Marhaen dalam hal ini diwakili oleh Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) dalam sidang lanjutan Praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (21/10).

"Bilamana alat bukti keterangan saksi dapat dikatakan memenuhi atau sesuai standar aturan Pasal 184 ayat 1 KUHAP, apakah keterangan saksi yang diperoleh dalam penyelidikan dapat dikategorikan alat bukti sebagaimana yang diatur dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP tersebut?" tanya anggota Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) Fandi Denisatria di ruang sidang Ali Said PN Jakarta Selatan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ya konteksnya apa yang disebut alat bukti keterangan saksi tentu bahwa dia harus memenuhi syarat formil dan materiil," jawab Ijud.

Ijud mengatakan syarat formil tersebut apabila di persidangan, keterangan saksi diambil di bawah sumpah. Sedangkan syarat materiil adalah saksi yang diambil keterangannya dan dijadikan sebagai alat bukti adalah harus saksi yang melihat langsung, mendengar dan mengetahui mengenai tindak pidana yang disangkakan.

"Konteksnya itu yang kemudian bisa dia sebagai alat bukti keterangan saksi," tuturnya.

"Sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka perlu adanya alat bukti yang cukup, asumsinya bukti tersebut diperoleh sebelum penetapan tersangka. Pertanyaan saya, ketika ada alat bukti yang diperoleh setelah penetapan tersangka, apakah alat bukti yang baru diperoleh setelah penetapan tersangka masuk dalam bukti permulaan yang cukup sebagaimana Pasal 1 angka 14 KUHAP?" tanya Fandi lagi.

"Tentu saja bahwa logikanya ketika untuk menetapkan tersangka didasarkan alat bukti sebelumnya yang diperoleh dan ketika dalam ujungnya ternyata penetapan tersangka, maka itu kemudian buktinya itu diperoleh dulu sebelum kemudian menetapkan tersangka," terang Ijud.

"Ketika misalnya ada bukti setelah ada penetapan tersangka, pertanyaannya adalah apakah itu digunakan atau tidak sebagai bukti permulaan, jadi kemungkinan-kemungkinan bisa saja terjadi seperti itu," sambungnya.

"Berati jika ditemukan alat bukti setelah penetapan tersangka, itu bukan kategori bukti permulaan yang cukup?" timpal Fandi.

"Tadi saya sampaikan tentu saja ketika ujungnya penetapan tersangka, selain tindakan tindakan yang dilakukan penyidik tentu saja untuk kategori bukti permulaan, dia sudah memperoleh dalam rangka mengumpulkan bukti dan bukti itu telah diuji dan tentu itu bisa menetapkan tersangka. Pertanyaannya adalah ketika sudah menetapkan tersangka ketika diperlukan oleh penyidik itu diperlukan proses untuk menambah alat bukti, ya bisa saja ketika ditemukan alat bukti sebagai tambahannya," jawab Ijud.

Dalam menetapkan Delpedro sebagai tersangka kasus dugaan penghasutan terkait demonstrasi Agustus lalu, Polda Metro Jaya mendasarkan pada dua alat bukti sebagaimana ketentuan Pasal 184 ayat 2 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dua alat bukti tersebut adalah keterangan saksi dan keterangan ahli. Di sidang ini, TAUD turut meminta penjelasan kepada Ijud mengenai kualitas dan kuantitas dari keterangan saksi.

Selain Ijud, TAUD juga menghadirkan Ahli Hukum Tata Negara Feri Amsari untuk memberikan penjelasan mengenai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 21-PUU/XII/2014 tanggal 24 April 2015. Pertimbangan dalam putusan tersebut pada pokoknya menyarankan pemeriksaan calon tersangka untuk memastikan transparansi dan hak asasi manusia yang terlindungi. Namun, Polda Metro Jaya dalam praktiknya langsung menangkap paksa Delpedro tanpa lebih dulu melakukan panggilan untuk diperiksa.

Menurut polisi, pemeriksaan calon tersangka hanya termuat dalam bagian pertimbangan alias bukan pada amar putusan. Terlebih lagi, polisi berdalih menggunakan diskresi sebagaimana diatur dalam Prosedur Tetap (Protap) Nomor 1 Tahun 2010 tentang Penanggulangan Tindakan Anarkis yang membenarkan upaya paksa penangkapan terhadap Delpedro.

"Apakah pertimbangan hukum dalam satu putusan Mahkamah Konstitusi juga memiliki kekuatan hukum?" tanya Anggota TAUD lainnya Fandi Denisatria.

"Ya karena pertimbangan itu asal-muasal, kausalitasnya amar. Amar itu kan selalu pendek-pendek, singkat-singkat. Untuk memahami amar, perlu pertimbangan. Maka, karena mereka satu kesatuan, tentu satu kesatuan mengikat semua. Di banyak putusan Mahkamah Konstitusi bahkan hal-hal yang tidak diputus di amar, diputus di pertimbangan," ungkap Feri.

(ryn/isn)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Kasus | | | |